ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SIROSIS HEPATIS
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi Sistem Pencernaan
Fungsi utama sistem
ini adalah untuk menyediakan makanan, air dan elektrolit bagi tubuh dari
nutrein yang dicerna sehingga siap diabosrbi. Pencernaan berlangsung secara
mekanik dan kimia, dan meliputi proses-proses sebagai berikut :
a. Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut
b. Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan
secara mekanik oleh gigi. Makanan kemudian bercampur dengan saliva sebelum
ditelan (menelan)
c. Peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos
involunter yang menggerakkan makanan tertelan melalau saluran pencernaan
d. Digesti adalah hidrolis kimia (penguraian) molekul
besar menjadi molekul kecil sehingga absorbsi dapat berlangsung
e. Absorbsi adalah pergerakan produk akhir
perncernaan dari lumen saluran pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik
sehingga dapat digunakan oleh sel tubuh.
Saluran pencernaan
terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar,
rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak
diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu:
a. Rongga oral, faring dan esogafus
Rongga oral adalah
jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi organ aksesori yang berfungsi
dalam proses awal pencernaan. Rongga vestibulum (bukal) terletak di antara
gigi, dan bibir dan pipi sebagai batas luarnya. Rongga oral utama dibatasi gigi
dan gusi di bagian depan, palatum lunak dan keras di bagian atas, lidah di
bagian bawah, dan orafaring di bagian belakang.
1) Gigi
Gigi tersusun dalam kantong-kantong
(alveoli) pada mandibula dan maksila
a) Anatomi gigi
Setiap lengkung berisan gigi pada
rahang membentuk lengkung gigi. Lengkung bagian atas lebih besar dari bagian
bawah sehingga gigi-gigi atas secara normal akan menutup (overlap) gigi bawah.
Manusia memiliki 2 susunan gigi : gigi primer (desiduous, gigi susu) dan gigi
sekunder (permanen).
(1) Gigi primer dalam setengah lengkung gigi (dimulai
dari ruang di antara gigi depan) terdiri dari, dua gigi seri, satu taring, dua
geraham molar (moral), untuk total keseluruhan 20 gigi
(2) Gigi sekunder mulai keluar pada saat usia lima
sampai enam tahun. Setengah dari lengkung gigi terdiri dari dua gigi seri, satu
taring, dua premolar (bikuspid), dan tiga graham (trikuspid), untuk total
keseluruhan 32 buah, geraham ketiga disebut “gigi bungsu”.
b) Fungsi gigi
Gigi berfungsi dalam proses mastikasi
(pengunyahan). Makanan yang masuk ke dalam mulut dipotong menjadi bagian-bagian
kecil dan bercampur dengan saliva untuk membentuk bolus makanan yang dapat
ditelan.
b. Esofagus
1) Anatomi esofagus adalah tuba muskular, panjangnya
sekitar 9 sampai 10 inchi (25 cm) dan berdiameter 1 inchi (2,54 cm). Esofagus
berawal pada area laringofaring, melewati diagfragma dan hiatus esofagus
(lubang) pada area sekitar vertebra toraks kesepuluh, dan membuka ke arah lambung.
2) Fungsi esofagus menggerakkan makanan dari faring
ke lambung melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah
besar mukus untuk melumasi dan melindungi esofagus. Esofagus tidak memproduksi
enzim pencernaan.
c. Lambung
1) Anatomi
Lambung adalah
organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga abdomen di bawah
diafragma. Semua bagian, kecuali sebagian kecil, terletak pada bagian kiri
garis tengah. Ukuran dan bentuknya bervariasi dari satu individu ke individu
lain. Regia-regia lambung terdiri dari bagian jantung, fundus, badan organ, dan
bagian pilorus.
Bagian jantung
lambung adalah area disekitar pertemuan esofagus dan lambung (pertemuan
gastroesofagus). Fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi kiri atas mulut
esofagus. Badan lambung adalah bagian yang terdiltasi di bawah fundus, yang
membentuk dua pertiga bagian lambung. Tepi medial badan lambung yang konkaf
disebut kurvatur kecil tepi lateral badan lambung yang konveks disebut kurvatur
besar.
2) Fungsi lambung
a) Penyimpanan makanan
b) Produksi kimus
c) Digesti protein
d) Produksi mukus
e) Produksi faktor intrinsik
f) Absorbsi
g)
d. Usus halus
Keseluruhan usus
halus adalah tuba terlilit yang merentang dari sfinger pilorus sampai ke katup
ileosekal, tempatnya menyatu dengan usus besar. Diameter usus halus kurang
lebih dari 2,5 cm dan panjangnya 3 sampai 5 meter saat bekerja. Panjang 7 meter
pada mayat dicapai saat lapisan muskularis eksterna berelaksasi.
Usus halus terdiri
dari :
1) Duodenum adalah bagian yang terpendek (25 sampai
30 cm). Duktus empedu dan duktus prankeas, keduanya membuka ke dinding
posterior duodenum beberapa sentimeter di bawah mulut pilorus
2) Yeyunum adalah bagian yang yang selanjutnya.
Panjangnya kurang lebih 1 sampai 1,5 m
3) Ileum (2 m sampai 2,5 m) merentang sampai menyatu
dengan usus besar
a)
Motilitas
Atau gerakan usus halus adalah
mencampur isinya dengan enzim untuk pencernaan, memungkinkan produk akhir
pencernaan mengadakan kontak dengan sel aborptif dan mendorong zat sisa
memasuki usus besar. Pergerakan ini dipicu oleh peregangan dan secara refleks
dikendalikan oleh SSO.
b)
Peristalsis
Adalah kontraksi ritmik otot polos
longtudinal dan sirkular. Kontraksi ini adalah daya dorong utama yang
menggerakkan kimus ke arah bawah di sepanjang saluran.
e. Prankeas, hati dan kandung empedu
1) Pankreas
Pankreas adalah kelenjar terelongasi
berukuran besar dibalik kurvatur besar lambung. Sel-sel endokrin (pulau-pulau
langerhans) pankreas mensekresi hormon insulin dan glukagon. Sel-sel ensokrin
(asinar) mensekresi enzim-enzim pencernaan dan larutan berair yang mengandung
ion karbonat dalam kosentrasi tinggi.
2) Hati
Hati adalah organ viseral terbesar dan
terletak di bawah kerangka iga. Beratnya 1,500 gr (3 lbs) dan pada kondisi
hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati menerima darah
teroksigenasi dari arteri hepatika dan darah yang tidak teroksigenisasi tetapi
kaya akan nutrein dari vena portal hepatika. Hati terbagi menjadi lobus kanan
dan kiri.
HATI
Fungsi utama hati :
a) Sekresi
b) Metabolisme : hati memetabolisme protein, lemak
dan karbohidrat tercerna
c) Penyimpanan : hati penyimpanan mineral, vitamin
larut lemak
d) Detoksivikasi
e) Produksi panas
f) Penyimpanan darah
3) Empedu
Empedu yang
diproduksi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli empedu yang kemudian menjadi
duktus hepatika kanan dan kiri. Duktus hepatika menyatu untuk membentuk duktus
hepatik komunis yang kemudian menyatu dengan duktus sistikus dari kandung
empedu dan keluar dari hati sebagai duktus empedu komunis.
Komposisi empedu
adalah larutan berwarna kuning kehijauan terdiri dari 97% air, pigmen empedu,
dan garam-garam empedu yang terdiri dari garam pigmen empedu dan garam-garam
empedu.
Kandung empedu
Adalah kantong
muskular hijau menyerupai pir dengan panjang 10 cm. Organ ini terletak di
lekukan di bawah lobus kanan hati.
Fungsi kandung empedu
Untuk menyimpan
cairan empedu yang secara terus menerus disekresi oleh sel-sel hati, sampai
diperlukan dalam duodenum. Di antara waktu makan, sfingter oddi menutup dan
cairan empedu mengalir ke dalam kandung empedu yang relaks. Pelepasan cairan
ini dirangsang oleh CCK.
Kandung empedu juga
berfungsi untuk mengkosentrasi cairannya dengan cara mereabsorbsi air dan
elektrolit. Dengan demikian, kandung ini mampu menampung hasil 12 jam sekresi
empedu hati.
Hati merupakan organ homeostasis
yang memainkan peranan penting dalam proses metabolisma dalam manusia dan
haiwan. Hati mempunyai pelbagai fungsi termasuk menyimpan glikogen, mensintesis
protein plasma, dan menyahtoksik dadah. Ia menghasilkan hempedu
yang penting bagi penghadaman. Ia melaksana dan mengawal pelbagai
fungsi biokimia jumlah besar yang memerlukan tisu khas. Istilah perubatan yang
berkaitan dengan hati sering kali bermula dari perkataan Greek bagi hati iaitu hepar, menjadi hepato-
atau hepatic. Hati berwarna perang
kemerahan dan terletak di bawah diafragma iaitu di dalam rongga abdomen. Hati
menerima makanan terlarut dalam darah apabila makanan ini tercerna dan diserap
di usus.
1. Struktur
Hati manusia dewasa mempunyai berat antara 1.3 - 3.0 kilogram. Ia adalah organ lembut berwarna
perang kemerahan. Hati merupakan organ kedua terbesar manusia (organ terbesar
adalah kulit) dan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia.
Ia terletak di bawah diafragma di sebelah kanan badan manusia.
Sebahagian besar permukaan hati terletak di dalam sangkar toraks bagi
melindunginya daripada kecederaan. ia juga menjadi alas bagi pundi hempedu yang menyimpan hempedu.
Secara anatomi, hati dapat dibahagikan kepada empat lobus iaitu lobus kanan
(right lobe), lobus kiri (left lobe), caudate lobe,
dan quadrate lobe. Lihat gambar untuk penerangan yang lebih jelas.
1. 1. Mikrostruktur
Hati
terdiri daripada koleksi unit-unit mikroskopik yang dipanggil lobul
(jangan dikelirukan dengan lobus di atas) yang setiapnya
berbentuk heksagon (secara kasar). Lobul-lobul ini merupakan pusat pemprosesan
utama bagi hati. Di sinilah hati menjalankan fungsi-fungsinya seperti
menyahtoksik darah dan menghasilkan hempedu. Berikut adalah salur-salur yang
berhubung dengan setiap lobul hati:
·
Portal
triad yang terdiri daripada 3 salur iaitu:
o Hepatic portal capilarry atau kapilari
portal hati. Ia membawa darah dari vena portal hepar ke lobul hati.
o Duktus hempedu yang membawa
cecair hempedu dari lobul ke pundi hempedu untuk disimpan.
·
Vena
hati yang membawa darah terdeoksigen dari hati.
Terdapat dua vena hati iaitu vena hati kanan dan vena hati kiri. Kedua-dua vena
ini bersambung terus dengan vena kava inferior
2. Peredaran bahan
Hati
menerima darah melalui arteri hati dan vena portal hepar. Arteri hati membawa
darah beroksigen dari jantung untuk dibekalkan kepada sel-sel hati. Vena portal
hepar pula membawa darah dari usus untuk dinyahtoksik. Darah dari kedua-dua
salur darah ini dibawa keluar dari hati melalui vena hati ke dalam vena kava
inferior untuk dibawa balik ke jantung.
Selain
darah, hempedu juga dialirkan keluar dari hati. Duktus hempedu membawa hempedu ke pundi hempedu untuk disimpan dan
dipekatkan sebelum dirembes ke dalam duodenum
3. Fungsi
Berikut adalah
fungsi-fungsi hati:
·
Mengawal aras
glukosa darah dengan menyimpan glikogen di dalam hati.
·
Menyimpan
vitamin dan garam mineral tertentu.
·
Mengawalatur
metabolisme karbohidrat, lipid dan asid amino.
·
Menghasilkan
hempedu yang akan disimpan di dalam pundi hempedu.
·
Menghasilkan
protein-protein plasma tertentu seperti albumin.
·
Menghasilkan
faktor-faktor pembekuan darah I (fibrinogen), II (protrombin), V, VII, IX, X
and XI
·
Sebagai
tempat penghasilan sel-sel darah merah fetus.
·
Menguraikan
molekul hemoglobin tua.
·
Menyingkirkan
hormon-hormon berlebihan.
B. Fisiologi Sistem Pencernaan
1. Pankreas
Sel-sel asinus eksokin mensekresi
larutan alkali cair (natrium bikarbonat dan kalium bikarbonat) dan enzim-enzim
pencernaan bikarbonat menetralisasi chime yang sangat asam yang baru datang
dalam duodenum dari lambung, enzim-enzim pankreatik mencerna protein (tripsin,
kemotipsin elastase dan karboksinase). Lemak (tripsin, kemotripsin, esterase),
fosfolipase dan asam nukleat (nuclease) dan zat tepung amylase. Pengaturan
sekresi pankreatik terjadi melalui jalan neural dan hormonal. Stimulasi vagal
mengakibatkan sekresi enzim-enzim pankreatik.
2. Kandung Empedu
Di dalam duodenum, chime tercampur
dengan sekresi pankreatik berbentuk cairan. Lemak dalam chime tidak larut dalam
air, dan membutuhkan suatu campuran enzim pelarut yang berasal dari hepar untuk
mengubahnya agar dapat terserap oleh sel-sel intestine manusia. Empedu adalah
suatu campuran garam empedu. Kolesterol bilirubin dan asam yang membentuk
suspensi dalam air.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
A.
Definisi
Pengertian sirosis hati dapat
dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari
struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
mengalami fibrosis.
Secara lengkap Sirosis hati adalah
suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh
sitem arsitektur hati mengalami perubahan
menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan
ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
(www.google.com)
Sirosis hati adalah
suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh
sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.(Kapita
Selekta Kedokteran)
Sirosis hati adalah
penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena
infeksi akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang
luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya
banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang
dibentuk oleh sel parenkim hati yang masih sehat. Akibatnya bentuk hati yang
normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan
terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi
portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul,
dan terasa nyeri bila ditekan. (http://fkuii.org)
B.
Etiologi
1.
Virus hepatitis (B,C,dan D)
2.
Alkohol
3.
Kelainan metabolic :
a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban
tembaga)
c. Defisiensi Alphal-antitripsin
d. Glikonosis type-IV
e. Galaktosemia
f. Tirosinemia
C.
Komplikasi
1. Perdarahan gastrointestinal
Hipertensi portal menimbulkan varises esopagus, dimana
suatu saat akan pecah
sehingga
timbul perdarahan yang masip.
2. Koma Hepatikum.
4. Ulkus Peptikum
5. Karsinoma hepatosellural
D.
Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis dari Sirosis hati
disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang
tersebut di bawah ini :
1.
Kegagalan Parekim hati
2.
Hipertensi portal
3.
Asites
4.
Ensefalophati hepatitis
Keluhan
dari sirosis hati dapat berupa :
a.
Merasa kemampuan jasmani menurun
b.
Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan
c.
Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap
d.
Pembesaran perut dan kaki bengkak
e.
Perdarahan saluran cerna bagian atas
f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai
pasien tidak sadarkan diri (Hepatic Enchephalopathy
g. Perasaan gatal yang hebat
Seperti telah disebutkan diatas bahwa
pada hati terjadi gangguan arsitektur hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi
dan kegagalan perenkim hati yang masing-masing
Memperlihatkan
gejala klinis berupa :
1.
Kegagalan sirosis hati
a. Edema
b. Ikterus
c. Koma
d. Spider nevi
e. Alopesia
pectoralis
f. Ginekomastia
g. Kerusakan
hati
h. Asites
i. Rambut
pubis rontok
j. Eritema
palmaris
k. Atropi
testis
2. Kelainan
darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan)
3.
Hipertensi portal
a. Varises
oesophagus
b. Spleenomegali
c. Perubahan
sum-sum tulang
d. Caput
meduse
e. Asites
f. Collateral
veinhemorrhoid
g. Kelainan
sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)
Klasifikasi
Sirosis hati menurut criteria Child-pugh :
·
Skor
/ parameter 1 2 3
·
Bilirubin
(mg%) <2,0 2 - < 3 > 3,0
·
Albumin
(gr%) >3, 5 2,8 - < 3,5 <2,8
·
Prothrombin
time (Quick%) > 70 40 - < 70 < 40
·
Asites
0 Minimal – sedang (+) – (++)
·
Hepatic
Enchepha Lopathy Tidak ada Stadium 1 dan II Stadium III dan IV
E.
Patofisiologi
1. Proses Sirosis
Hepatis Karena Virus
Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus, mulai dari hepatitis virus menjadi sirosi hati belum jelas. Ada 2 kemungkinan patogenesis, yaitu : (1) mekanis, (2) imunologis atau (3) kombinasi keduanya. Pada setiap teori, yang penting harus terjadi proses aktivasi fibroblas dan pembentukan komponen jaringan ikat.
a. Teori Mekanis
Teori mekanis menerangkan proses kelanjutan hepatitis virus menjadi sirosis hati dengan mengemukakan bahwa pada daerah dimana terjadi nekrosis confluent, maka kerangka retikulum lobul yang mengalami collaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas. Dengan perkataan lain, proses kolagenesis kerangka retikulum fibrosis hati diduga merupakan dasar proses sirosis. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup, berkembang menjadi nodul regenerasi. Istilah yang dipakai untuk sirosis hati jenis ini ialah jenis pasca nekrotik. Istilah ini menunjukkan bahwa nekrosis sel hati yang terjadi merupakan penyebab sirosis.
Thaler menegaskan bahwa dalam patogenesis sirosis pasca hepatitis memperlihatkan bahwa regenerasi parenkim hati sesudah serangan hepatitis virus dan kelangsungan hidup hepatosit sekitar hepatic venule merupakan hal yang sangat esensial. Jika hepatosit di daerah tersebut mengalami kerusakan, maka daerah ini akan menjadi terpecah-pecah (fragmented), sehingga terjadi kerusakan yang sifatnya confluent dan akhirnya pseudolobulasi berkembang.
b. Teori Imunologis
Walaupun hepatitis akut dengan nekrosis confluent dapat berkembang menjadi sirosis hati, namun nampaknya proses tersebut harus melalui tingkat hepatitis kronik (agresif terlebih dahulu). Kelompok hepatitis kronik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kronik persisten dan kronik aktif. Kelompok yaitu kronik persisten pada umumnya akan membaik. Sebaliknya sebagian penderita hepatitis kronik agresif, akan berkembang menjadi fibrosis dan kemudian sirosis. Tanda yang kira-kira dapat dipakai ialah jika pada biopsi hati ditemukan tanda-tanda nekrosis bridging. Mekanisme imunologis agaknya mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronik. Ada 2 bentuk hepatitis kronik : 1) Hepatitis kronik tipe B, 2) Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB.
Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati. Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsi hati berulang-ulang pada penderita hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa berlangsung sangat lama, bisa lebih dari 10 tahun.
Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus, mulai dari hepatitis virus menjadi sirosi hati belum jelas. Ada 2 kemungkinan patogenesis, yaitu : (1) mekanis, (2) imunologis atau (3) kombinasi keduanya. Pada setiap teori, yang penting harus terjadi proses aktivasi fibroblas dan pembentukan komponen jaringan ikat.
a. Teori Mekanis
Teori mekanis menerangkan proses kelanjutan hepatitis virus menjadi sirosis hati dengan mengemukakan bahwa pada daerah dimana terjadi nekrosis confluent, maka kerangka retikulum lobul yang mengalami collaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas. Dengan perkataan lain, proses kolagenesis kerangka retikulum fibrosis hati diduga merupakan dasar proses sirosis. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup, berkembang menjadi nodul regenerasi. Istilah yang dipakai untuk sirosis hati jenis ini ialah jenis pasca nekrotik. Istilah ini menunjukkan bahwa nekrosis sel hati yang terjadi merupakan penyebab sirosis.
Thaler menegaskan bahwa dalam patogenesis sirosis pasca hepatitis memperlihatkan bahwa regenerasi parenkim hati sesudah serangan hepatitis virus dan kelangsungan hidup hepatosit sekitar hepatic venule merupakan hal yang sangat esensial. Jika hepatosit di daerah tersebut mengalami kerusakan, maka daerah ini akan menjadi terpecah-pecah (fragmented), sehingga terjadi kerusakan yang sifatnya confluent dan akhirnya pseudolobulasi berkembang.
b. Teori Imunologis
Walaupun hepatitis akut dengan nekrosis confluent dapat berkembang menjadi sirosis hati, namun nampaknya proses tersebut harus melalui tingkat hepatitis kronik (agresif terlebih dahulu). Kelompok hepatitis kronik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kronik persisten dan kronik aktif. Kelompok yaitu kronik persisten pada umumnya akan membaik. Sebaliknya sebagian penderita hepatitis kronik agresif, akan berkembang menjadi fibrosis dan kemudian sirosis. Tanda yang kira-kira dapat dipakai ialah jika pada biopsi hati ditemukan tanda-tanda nekrosis bridging. Mekanisme imunologis agaknya mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronik. Ada 2 bentuk hepatitis kronik : 1) Hepatitis kronik tipe B, 2) Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB.
Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati. Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsi hati berulang-ulang pada penderita hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa berlangsung sangat lama, bisa lebih dari 10 tahun.
2.Proses Sirosis
Hepatis Karena Alkohol
Sirosis alkohol juga, disebut “Sirosis
Laennec“, terjadi setelah penyalah gunaan alkohol bertahun-tahun. Produk akhir
pencernaan yang dihasilkan dihati pada seorang pecandu alkohol, bersifat toksik
terhadap hepatosit. Nutrisi yang buruk, yang sering dijumpai pada pecandu
alkohol, juga berperan menyebabkan kerusakan hati, mungkin dengan merangsang
hati secara berlebihan untuk melakukan Glokuneogenesis atau metabolisme
protein. Sirosis alkohol ini memiliki 3 stadium, yaitu :
• PENYAKIT
PERLEMAKAN HATI adalah stadium pertama. Kelainan ini bersifat reversibel dan
ditandai oleh penimbunan Trigliserida di hepatosit. Alkohol dapat menyebabkan
penimbunan Trigliserida di hati dengan bekerja sebagai bahan bakar untuk
pembentukan energi sehingga asam lemak tidak lagi diperlukan. Produk-produk
akhir alkohol, terutama Asetaldehida, juga mengganggu fosfolarisasi oksidatif
asam-asam lemak oleh mitokondria hepatosit, sehingga asam-asam lemak tersebut
terperangkap di dalam hepatosit. Infiltrasi oleh lemak bersifat refersibel apabila
ingesti alkohol dihentikan.
• HEPATITIS ALKOHOL adalah stadium kedua sirosis alkohol. Hepatitis adalah peradangan sel-sel hati. Pada para pecandu alkohol, peradangan sebagian sel dan nekrosis yang diakibatkannya biasanya timbul setelah minum alkohol dalam jumlah besar, (kemungkinan timbulnya hepatitis alkoholik kecil sekali pada penderita yang minum kurang dari 60 gram etanol sehari (6 oz whisky atau ¾ liter anggur) atau jika etanol kuarang dari 20% kalori per hari). Lebih dari 80% kasus dengan hepatitis alkoholik terjadi setelah minum alkohol selama 5 tahun lebih sebelum timbul gejala dan keluhan. Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk-produk akhir metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Stadium ini juga dapat reversibel apabila ingesti alkohol dihentikan.
• SIROSIS itu sendiri adalah stadium akhir sirosis alkohol dan bersifat ireversibel. Pada stadium ini, sel-sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Peradangan kronik menyebabkan timbulnya pembengkakan dan edema intertisium yang dapat menyebabkan kolapsnya pembuluh-pembuluh darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, akibat respon peradangan terbentuk pita-pita fibrosa yang melingkari dan melilit hepatosit-hepatosit yang masih ada. Terjadi hipertensi portal dan acites. Biasanya timbul varises oesofagus, rektum dan abdomen serta ikterus hepatoselular. Resistensi terhadap aliran darah yang melintasi hati meningkat secara progresif dan funsi hati semakin memburuk
F.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan fungsi hepar abnormal:q
Adanya anemia, gangguan faal hati (penurunan kadar albumin serum, peninggian kadar globulin serum, peninggian kadar bilirubin direk dan indirek), penurunan enzim kolinesterse, serta peninggian SGOT dan SGPT.
- Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme bilirubin)
- Peningkatan kadar amonia darah (akibat dari kerusakan metabolisme protein)
- Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT dan AST (akibat dari destruksi jaringan)
- PT memanjang (akibat dari kerusakan sintesis protrombin dan faktor pembekuan)
Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaanq serum dan pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan
Adanya anemia, gangguan faal hati (penurunan kadar albumin serum, peninggian kadar globulin serum, peninggian kadar bilirubin direk dan indirek), penurunan enzim kolinesterse, serta peninggian SGOT dan SGPT.
- Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme bilirubin)
- Peningkatan kadar amonia darah (akibat dari kerusakan metabolisme protein)
- Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT dan AST (akibat dari destruksi jaringan)
- PT memanjang (akibat dari kerusakan sintesis protrombin dan faktor pembekuan)
Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaanq serum dan pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan
Ultrasound, skan CT atau MRI dilakukan untuk
mengkaji ukuran hepar, derajat obstruksi dan aliran darah hepatik. Elektrolit serum menunjukkan hipokalemia,
alkalosis dan hiponatremia (disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron pada
respon terhadap kekurangan volume cairan ekstraselular sekunder terhadap
acites) JDL menunjukkan penurunan SDM, hemoglobin, hematokrit, trombosit dan
SDP (hasil dari depresi sumsum sekunder terhadap kegagalan ginjal dan kerusakan
metabolisme nutrien) Urinalisis
menunjukkan bilirubinuria
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis
hati meliputi hal-hal berikut.
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah
putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran
dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel
hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau
terjadi kerusakan sel hati.
5. masa protrombin yang memanjang menandakan
penurunan fungsi hati.
6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang
tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk
menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan
sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya
terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah
keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang
dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan
menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi
untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan
sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic
retrograde chlangiopancreatography (ERCP).
Pengobatan tergantung dari derajat
kegagalan hati dan hipertensi portal. Bila hati masih dapat mengkompensasi
kerusakan yang terjadi maka penderita dianjurkan untuk mengontrol penyakitnya
secara teratur, istirahat yang cukup, dan melakukan diet sehari-hari yang
tinggi kalori dan protein disertai lemak secukupnya. Dalam hal ini bila timbul
komplikasi maka hal-hal berikut harus diperhatikan.
1. Pada ensefaopati pemasukan protein harus
dikurangi. Lakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian kalium pada
hipokalemia, pemberian antibiotik pada infeksi, dan lain-lain.
2. Apabila timbul asites lanjut maka penderita perlu
istirahat di tempat tidur. Konsumsi garam perlu dikurangi hingga kira-kira 0.5
g per hari dengan botol cairan yang masuk 1.5 1 per hari. Penderita diberi obat
diureti distal yaitu Spronolakton 4×25 g per hari, yang dapat dinaikkan sampai
dosis total 800 mg perhari. Bila perlu, penderita diberikan obat diuretik loop
yaitu Furosemid dan dilakukan koreksi kadar albumin di dalam darah.
3. Pada pendarahan varises esofagus penderita
memerlukan perawatan di rumah sakit.
4. Apabila timbul sindroma hepatorenal yaitu
terjadinya gagal ginjal akut yang berjalan progresif pada penderita penyakit hati
kronis dan umumnya disertai sirosis hati dengan asites maka perlu perawatan
segera di rumah sakit. Keadaan ini ditandai dengan kadar urea yang tinggi di
dalam darah (azotemia) dan air kencing yang keluar sangat sedikit (oliguria).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
a.
Riwayat kesehatan
sekarang
pada fase ini pasien akan mengeluarkan
adanya penurunan berat badan, tidak nafsu makan (anoreksia), nyeri pada kuadran
kanan atas keluhan lain yang berhubungan dengan adanya penyakit pada fase
lanjut, pasien akan mengeluh bahwa mudah terjadi luka memar., rontok rambut, terutama
di daerah ketiak dan pubis, juga pasien juga akan mengutarakan bahwa
menstruasinya tidak teratur (pada wanita dan impoten pada pria).
b.
Riwayat kesehatan
masa lalu
- perlu ditanyakan apakah adanya atau pernah ada
kebiasaan minumminum keras (alkohol).
- Pernah menderita penyakit tertentu terutama
hepatitis B, non A, non B, hepatitis D (pernah menderita penyakit kuning) dan
pernah penyakit jantung.
- Apakah terjadi mendapat tranfusi darah
- Bagaimana kebiasaan pola makan
c.
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita
sirosis hepatis harus di lakukan secara menyeluruh.
1). Keadaan pasien, bentuk tubuh
2). Pada sklera mata diperoleh sklera mata yang
ikterus sampai dengan kehijauan, kadang-kadang pada konjungtiva di peroleh
kesan anemia.
3). Pada infeksi daerah dada di temukan adanya spider
nevi atau adanya terlihat suatu usaha dalam bernafas karena tekanan abdomen
terhadap diafragma ditemukan bulu ketiak yang rontok dan gynecomatik pada
laki-laki.
4). Pemeriksaan abdomen
-
Infeksi :
perut yang membesar karena asites, adanya bayangan vena, hernia umbilikus.
-
Perkusi :
adanya asites sehingga terdengar pekak
-
Palpasi :
nyeri pada kuadran kanan atas, hepar membesar dan padat teraba benjol-benjol
-
Lingkar perut
: bertambah besar
d. Test diangnostik
1). Untuk memastikan sirosis hepatis dilakukan biopsi
2). Dilakukan pemerikasaan laboratorium darah :
hemoglobin, leukosit, trombosit menurun.
3). Liver fungsi test : serum albumin, cholinestrase
menurun, sedangkan billirubin, globulin, serum alkali propastase, SGOT, SGPT
dan ureum meningkat, serta protrombin time memanjang.
4). USG untuk mengetahui perbandingannya perubaha sel
pernchy hati dan jaringan fibrotik.
5). CT scan dan radioisoton memberikan informasi
tentang ukuran hati, perdarahan yang terjadi dan obstruksi pada hepar.
6). Billirubin urine meningkat, sedangkan dalamfeces
menurun.
e.
Tindakan medik
1). Untuk mengurangi asites, di berikan obat-obatan
diuretik atau di lakukan fungsi asites.
2). Membatasi pemberian obat-obatan yang memberatkan
fungsi hepar, misalkan : golongan sulfa, analgetik (goldipron) : antalgin,
novalgin.
3). Memberikan therapi supportif : memodifikasi diet,
bed rest, menjaga keseimbangan antara istirahat dan latihan.
4). Terapi komplikasi
f.
Analisa data
1. Data Subjektif
-
Cepat lelah
-
Berat badan
menurun
-
Anoreksia
-
Rasa lelah
-
Gatal-gatal
-
Perut
membesar
-
Meminum
alkohol
2. Data Objektif
-
Lemah
-
Pucat
-
Hemoglobin,
leukosit, trombosit menurun
-
Asites
positif
-
Icterus
positif
-
Malas kurang
aktivitas
-
Edema positif
-
Billirubin
meningkat
-
Albumin
menurun
-
Nyeri tekan
kuadran atas
-
Hepar teraba
benjal-benjol
-
Protombin
time memanjang
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan merawat diri dan
pemenuhan kebutuhan nutrisi b.d kelelahan dan adanya ascites.
b. Perubahan pola nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh b.d anoreksia
c. Ketidakseimbangan volume cairan tubuh berlebihan
b.d peningkatan tekanan intra kranial abdomen dan penurunan tekanan osmotik.
d. Potensial terjadi kerusakan integeritas kulit b.d
bed rest, ascites dan edema.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan merawat diri
dan pemenuhan kebutuhan nutrisi b.d kelelahan dan adanya ascites
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu merawat diri sendiri
Kriteria hasil : klien
mampu menunjukan aktifitas merawat diri
Rencana
tindakan :
1. Berikan istirahat baring selama klien akut
Rasional : Peningkatan
istirahat dan ketenangan menyediakan energi
yang digunakan untuk penyembuhan
2. Berikan aktifitas ringan selama bed rest
Rasional : Tirah baring
lama dapat menurunkan kemampuan ini tepat terjadi karena keterbatasan aktifitas
yang mengganggu periode istirahat
3. Jika klien lelah batasi kunjungan keluarga atau
teman
Rasional : Meningkatkan
istirahat dan ketenangan menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
Diagnosa 2 : Perubahan pola nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil : Klien mampu
menunjukan perilaku pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan berat
badan yang sesuai menunjukan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan
nilai laboratorium dan bebas tanda malnutrisi
Rencana
tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui
keadaan umum klien
2. Awasi pemasukan diet atau jumlah kalori dan ber
ikan sedikit dalam frekuensi sering dan tindak makan pagi paling besar
Rasional : Makan banyak
sulit untuk mengatur bila klien anoreksia. Anoreksia juga paling buruk selama
siang hari, membuat masukan makanan yang sulit pada sore hari
3. Berikan perawatan mulut sebelum makan
Rasional : Menghilangkan rasa tidak
dapat meningkatkan nafsu makan
4. Awasi glukosa darah
Rasional : Hiperglikemia
atau hipoglikemia dapat terjadi memerlukan perubahan diet atau pemberian
insulin
Kolaborasi
:
5. Konsultasi dengan ahli diet, dukungan tim nutrisi
untuk memberikan diet sesuai dengan kebutuhan klien dengan masukan lemak dan
protein sesuai toleransi
Rasional : Berguna
untuk membuat program diet untuk kebutuhan individu. Pembatasan protein
diindikasikan pada penyakit berat misalnya hepatitis.
Diagnosa 3 : Ketidakseimbangan
volume cairan tubuh berlebihan b.d peningkatan tekanan intra kranial abdomen
dan penurunan tekanan osmotik
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan intake dan out put cairan seimbang
Kriteria hasil : Tanda-tanda
vital stabil, turgor kulit seimbang, capilary reffil > 2 detik, dan
pengeluaran urin sesuai
Rencana
tindakan :
1. Awasi dan pengeluaran serta bandingkan dengan
berat badan harian. Catat kehilangan mulai usus, contoh : muntah, diare
Rasional : Memberikan
informasi tentang kebutuhan pengganti atau efek therapi
2. Kaji tanda-tanda vital, nadi, perifer, pengisian
kapiler, turgor kulit dan membran mukaosa
Rasional : Indukator
volume sirkulasi atau perfusi
3. Periksa ascites atau pembentukan edema ukuran
abdomen sesuai dengan indikasi
Rasional : Menurunkan
kemungkinan pendarahan ke dalam jaringan
Kolaborasi :
4. Awasi nilai laboratorium, contoh : hemoglobin,
hematokrit, albmin, dsn waktu pembekuan
Rasional : Menunjukan
hidrasi dan mengidentifikasikan retensi
natrium atau kadar protein yang dapat menimbulkan pembentukan edema
Diagnosa 4 :
Potensial terjadi kerusakan integeritas kulit b.d bed rest, ascites dan edema.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkantidak terjadi integritas kulit
Kriteria hasil : Mengidentifikasi
faktor resiko dan menunjukan [erilaku atau teknik mencegah kerusakan kulit
Rencana
tindakan :
1. Tinggikan ekstremitas bawah
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena
dan menurunkan edema pada ekstremitas
2. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan
Rasional : Kelembaban meningkatkan pruritus
dan meningkatkan kerusakan kulit
3. Gunting kuku jari hingga pendek dan berikan sarung
tangan bila diinginkan
Rasional : Mencegah klien dari cidera pada
kulit khususnya pada waktu tidur
4. berikan masase pada waktu tidur
Rasional :
Bermanfaat dalam meningkatkan tidur dengan menurunkan iritasi kulit
4. Evaluasi
1. Diagnosa 1
Mempertahankan kemampuan untk turut
serta dalam aktifitas :
- Merencanakan aktifitas dan latihan serta periode
istirahat secara bergantian.
- Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan
klien.
- Memperlihatkan penngkatan berat badan tanpa
pertambahan edema dan pembentukan ascites.
- Turut serta dalam asuhan higyenik.
2. Diagnosa 2
Meningkatan asupan nutrisi :
- Memperlihatkan asupan nutrien yang tepat dan
pantang alkohol yang dicerminkan oleh catatan diet.
- Menaikan berat badan tanpa pertambahan edema dan
pembentukan ascites.
- Melaporkan perbedaan gangguan gastrointestinal dan
anoreksia
- Mengenali makanan dan cairan yang bergizi dan yang
diperbolehkan
- Menjelaskan dasar pemikiran mengana klien harus
makan sedikit-sedikit tapi sering
3. Diagnosa 3
Memperlihatkan keseimbangan volume
cairan :
- Memperlihatkan tidak adanya peningkatan tekanan
intra abdomen dan penurunantekanan osmotik
- Memperlihatkan keseimbangan pemasukan dan
pengeluarkan
- Menunjukan berat badan stabil
- Tanda-tanda vital stabil dan tidak ada edema
4. Diagnosa 4
Memperbaiki integeritas kulit :
- Memperlihatkan kulit utuh tanpa bukti adanya luka
infeksi atau trauma
- Menunjukan turgor kulit yang normal pada
ekstremitas dan batang tubuh tanpa edema
- Mengubah posisi dengan sering
- Menggunakan losien untuk meredakan pruritus
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan . Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi ke III. Jilid Ke 2. FKUI : Media Aesculapius.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan
Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Rudolf. 2006. Buku Ajar Pediatrik.
Jakarta : EGC
Hasan, Rupseno. 2005. Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : FKUI
0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SIROSIS HEPATIS"
Posting Komentar